Pada
abad ke-XV, datanglah dua orang keturunan dari Raja Majapahit yakni Prabu
Brawijaya ke pulau Madura yang bernama Lembu petteng dan Menak senoyo. Kemudian
keturunan mereka yang bernama Ki Demung merantau ke daerah Madura barat,
tepatnya di desa plakaran kecamatan arosbaya (sekrang). Ki Demung kemudian
menemukan jodohnya yang Nyi sumekar dan akhirnya menetap disitu. Ki Demung
ternyata disegani banyak masyarakat plakaran tentu karena kepandaiannya dan
mudah bergaul. Oleh karenanya beliau diangkat sebagai pemimpin di plakaran
dengan sebutan Ki Demung Plakaran.
Dari
perkawinan beliau dengan Nyi sumekar tersebut, Ki demang plakaran dikaruniai 5
orang putra. Salah satunya bernama Ki Pragolbo atau Pangeran Islam Onggu’. Dijuluki
pangeran islam onggu’ karena saat beliau akan menjelang wafat, beliau dituntun
untuk membaca dua kalimat syahadat oleh putranya yang bernama Ki Pratanu namun
ki Pragolbo atau pangeran onggu’ ini hanya menganggukkan kepalanya saja tanpa
berbicara sebagai tanda syarat beliau setuju masuk islam. Ki Pragolbo wafat
pada tahun 1531 yang kemudian dimakamkan di komplek makam agung arosbaya
(kecamatan arosbaya).
Namun
sebelum ki pragolbo wafat, beliau sudah mewasiatkan bahwa putranya yang bernama
ki pratanu untuk menggantikan tahtanya. Dan pada tahun 1953 M, diangkatlah ki
pratanu sebagai putra mahkota. Pada masa kepemimpinannya pusat pemerintahan
yang awalnya berada di plakaran dipindah ke daerah arosbaya di atas sebuah
bidang tanah yang tinggi yang kemudian diberi nama dengan julukan panembahan ki
lemah duwur.
Pada
masa kepemimpinannya, islamisasi di daerah Madura barat berjalan dengan baik,
pusat-pusat islam di jawa timur seperti Ampel, gresik, dan tuban semakin
lancer. Begitu pula hubungan perdagangan dengan para saudagar islam juga lancar
dan bahkan banyak perahu berlabuh dan bersandar ke arosbaya sehingga
lama-kelamaan arosbaya menjadi daerah yang maju pesat.
Ki
Pratanu atau Ki lemah duwur ini kemudian menjalin hubungan yang lebih luas lagi
yakni sampai ke kerajaan pajang jawa tengah. Sehingga dengan keberhasilannya
tersebut, ki pratanu atau ki lemah duwur dianggap sebagai tokoh penting
diantara para raja-raja di jawa timur. Kemudian ki pratanu atau ki lemah duwur
di kawinkan dengan salah satu putri kerajaan pajang jawa tengah.
Pada
masa kepemimpinannya, beliau orang pertama yang membangun masjid di arosbaya
serta banyak mengantarkan pada masyarakat Madura barat memeluk agama islam. Pada
masanya pulalah, kemakmuran serta kemajuan rakyat Madura barat tercapai. Dari
serangkaian alur ketercapaian dan kemajuan di Madura barat, maka momentum tahun
1531 merupakan momentum keberhasilan dan ketercapaian yang patut dijadikan
sebagai Tahun Hari Jadi Kota Bangkalan.
Dari
latarbelakang tersebut di atas, disepakati bersama melalui pemerintah daerah
kabupaten bangkalan pada tanggal 12 maret 1991 sebagai penobatan ki Pratanu
atau Ki Lemah Duwur sebagai titik awal Hari Jadi Kota Bangkalan. Musyawarah
bersama antara DPRD kabupaten bangkalan dengan para pakar dan ahli suaka dan
peninggalan sejarah purbakala provinsi jawa timur menetapkan bahwa tahun 1531 M
sama dengan tahun 938 H.
Berdasarkan
kebiasaan para raja-raja di jawa timur seperti Raja Pajang, Sultan Agung
Mataram, bahwa penobatan seorang raja selalu ditetapkan setiap tanggal 12
Robiul awal. Dimana berdasarkan Buku tabel Bahasa Jerman yang berisi MUHAMMAD ANISCHEN UNDCHRIST-LICHEN yang
disusun oleh Perdinand Wunstenfiel
bahwa tanggal 12 Rabiul Awal 938 H jatuh pada tanggal 24 Oktober 1531 M.
Berdasarkan
kajian tersebut di atas, maka Hari Jadi Kota Bangkalan secara historis, kajian
ilmiah, dan religis, jatuh pada setiap tanggal 24 Oktober 1531 M yang kemudian
ditetapkan berdasar surat keputusan DPRD kabupaten bangkalan No. 6 Tanggal 29
april 1992 dan berdasarkan surat keputusan Bupati Bangkalan No. 145 tanggal 3
september 1992 tentang Hari jadi Kota Bangkalan jatuh pada tanggal 24 Oktober
1531 M.
Demikian
sejarah hari jadi Kota Bangkalan semoga dapat bermanfaat