Pada masa sebelum datangnya bangsa Eropa ke Indonesia
(Portugis dan Belanda), sebenarnya sudah ada lembaga-lembaga pendidikan yang
didirikan oleh lembaga-lembaga keagamaan, seperti agama Hindu dan Budha. tentu
saja pendidikan yang diajarkan masih bersifat keagamaan. begitu pula setelah
agama Islam masuk ke Indonesia, berdirilah pondok-pondok pesantren yang
mengajarkan pendalaman agama islam. Pendidikan yang teratur dan sistematis baru
muncul setelah kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia. hal itu, terjadi pada abad
ke-17 yang tujuan utamanya hanya untuk menyebarluaskan agama Kristen. namun
dengan adanya kebutuhan akan pegawai-pegawai cukup rendah dalam pandai menulis
dan membaca dalam rangka mengembangkan usahanya mendorong kompeni Belanda untuk
membuka sekolah-sekolah dengan tujuan agar siswa-siswanya bisa dipekerjakan
bagi kepentingannya.
Pada awal abad ke-20 muncul revolusi sosial dan industri
di Eropa yang berpengaruh terhadap perluasan sekolah bagi rakyat Indonesia.
Mulailah berdiri sekolah desa selama dua tahun. sesuai dengan undang-undangnya
Hindia Belanda yang menggolongkan penduduk di Indonesia menjadi tiga kelas,
yang diantaranya Eropa, Timur Asia, dan Bumi Putra. dengan dibukanya pula tiga
jenis sekolah rendah yaitu, ELS (Eropesche Lagere School) yang
diperuntukan bagi orang Eropa, HCS (Hollands Chinesche School) yang
diperuntukan bagi orang Tionghoa, dan HIS (Hollands Inlandshe School)
untuk rakyat bumiputra kalangan atas.
Kurikulum yang dipakai ELS terdiri atas mata pelajaran
membaca, menulis, berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu bumi, dan mata
pelajaran lain. Agama yang pada awalnya sebagai alasan utama untuk mendirikan
sekolah, akhirnya ditiadakan. Menurut undang-undang yang berlaku, kurikulum
bisa diperluas dengan mata pelajaran yang lebih tinggi, seperti ilmu alam,
dasar-dasar bahasa Perancis, bahasa Inggris dan jerman, sejarah umum dan
sejarah dunia, matematika, pertanian, menggambar tangan, pendidikan jasmani,
pekerjaan tangan, dan menjahit bagi anak perempuan. Bahasa melayu tidak
dijadikan mata pelajaran, sebab tujuan dari sekolah ini adalah menanamkan
kesadaran nasional Belanda dan mengabaikan kebudayaan sekitarnya. Geografi dan
sejarah Belanda lebih dikenal dari pada Indonesia serta begitu pula dengan
lagu-lagu Belanda. ELS dapat dipandang
sebagi alat politik yang disiapkan dan diawasi sepenuhnya oleh Belanda.
Pengajaran bahasa belanda memegang peranan penting dan utama sebab penguasaan
bahasa tersebut akan menjadi kunci untuk menjadi pegawai. Dengan mementingkan
bahasa Belanda ini, maka Belanda memiliki alat yang kuat untuk dapat mengontrol
dari rakyat. Sehingga belanda dapat mengatur dan mengontrol rakyat Indonesia
terhadap kesetiayaannya kepada belanda.
Kurikulum pada HCS juga memiliki kesamaan dengan ELS,
yaitu memberikan pendidikan Belanda yang murni kepada anak-anak Cina. Bahasa
Belanda diajarkan dengan maksud agar dapat mengalahkan dorongan mempelajari
bahasa dan kebidayaan Cina. Bahasa Inggris dan Perancis diajarkan untuk
kepentingan perdagangan.
Sedangkan pada kurikulum di HIS meliputi semua mata
pelajaran ELS dan diajarkan pula membaca dan menulis bahasa Arab dan Latin.
kurikulum di HIS tidak menyertakan pelajaran sejarah, bernyanyi dan pendidikan
jasmani. Pelajaran sejarah dianggap sensitif dari segi politik, sedangkan
benyanyi dan pendidikan jasmani belum ada guru-guru yang kompeten. Membaca di
kelas satu bertujuan untuk menguasai keterampilan membaca, sedangkan ilmu bumi
diajarkan sejak kelas tiga. Bahasa yang diajarkan bahasa daerah, melayu, dan
belanda. bahasa belanda sangat dipentingkan dan mengusai hampir setengah waktu
(sekitar 66,4%).
Pada masa penjajahan Jepang, semua jenis sekolah rendah
yang bermacam-macam tingkatannya dihapus sama sekali. Pelajaran yang berbau
Belanda ditiadakan. Dengan demikian, tinggallah sekolah rendah untuk bangsa
Indonesia yaitu sekolah rakyat yang disebut “Kokumin Gako” yang lama
belajarnya selama 6 tahun. Isi pendidikan kurang mendapat perhatian, yang
terpenting ialah bahwa semua negara jajahan harus mambantu jepang dalam situasi
perang pada saat itu. akibatnya anak-anak diminta mengumpulkan batu, kerikil,
pasir untuk pertahanan perang. setelah itu anak-anak juga diminta untuk menanam
pohon jarak untuk diolah menjadi minyak sabagai alat perang. Pelajaran
pendidikan olahraga menjadi palajaran yang utama dan diwajibkan pula untuk
mengikuti latihan kemiliteran.
Pada masa kemerdekaan, Undang-undang Dasar 1945 menjadi
pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan. sejak itu pendidikan sudah mulai
dirasakan manfaatnya. tujuan pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia
susilayang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab bagi
kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Hingga pada tahun 1952, pemerintah
melalui mentari pendidikan pengajaran dan kebudayaan menerbitkan buku pedoman
kurikulum Sekolah Dasar yang diberi nama rencana pelajaran terurai yang
berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengajar di sekolah dasar. Adapun
mata pelajarannya terdiri dari pelajaran Bahasa Indonesia, bahasa daerah,
berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi, dan sejarah. namun pada mata
pelajaran bahasa indonesia baru diberikan setelah duduk di kelas tiga. Semua
pelajaran yang telah disebut di atas, diberikan di kelas I dan kelas II
sebanyak 26 jam pelajaran @ 30 menit dan di kelas III sampai kelas IV sebanyak
36 jam pelajaran @ 40 menit. dalam kegiatan pembelajaran lebih menekankan
keaktifan siswa dengan bimbingan guru. Selain mata pelajaran, siswa diberi
kesempatan untuk memilih mata pelajaran yang disukainya. pelajaran ini disebut
“krida” (dalam istilah sekarang dinamakan ekstrakurikuler).