Penerapan Kurikulum Sekolah Dasar Sebelum Tahun 1968



Pada masa sebelum datangnya bangsa Eropa ke Indonesia (Portugis dan Belanda), sebenarnya sudah ada lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan oleh lembaga-lembaga keagamaan, seperti agama Hindu dan Budha. tentu saja pendidikan yang diajarkan masih bersifat keagamaan. begitu pula setelah agama Islam masuk ke Indonesia, berdirilah pondok-pondok pesantren yang mengajarkan pendalaman agama islam. Pendidikan yang teratur dan sistematis baru muncul setelah kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia. hal itu, terjadi pada abad ke-17 yang tujuan utamanya hanya untuk menyebarluaskan agama Kristen. namun dengan adanya kebutuhan akan pegawai-pegawai cukup rendah dalam pandai menulis dan membaca dalam rangka mengembangkan usahanya mendorong kompeni Belanda untuk membuka sekolah-sekolah dengan tujuan agar siswa-siswanya bisa dipekerjakan bagi kepentingannya.
Pada awal abad ke-20 muncul revolusi sosial dan industri di Eropa yang berpengaruh terhadap perluasan sekolah bagi rakyat Indonesia. Mulailah berdiri sekolah desa selama dua tahun. sesuai dengan undang-undangnya Hindia Belanda yang menggolongkan penduduk di Indonesia menjadi tiga kelas, yang diantaranya Eropa, Timur Asia, dan Bumi Putra. dengan dibukanya pula tiga jenis sekolah rendah yaitu, ELS (Eropesche Lagere School) yang diperuntukan bagi orang Eropa, HCS (Hollands Chinesche School) yang diperuntukan bagi orang Tionghoa, dan HIS (Hollands Inlandshe School) untuk rakyat bumiputra kalangan atas.
Kurikulum yang dipakai ELS terdiri atas mata pelajaran membaca, menulis, berhitung, bahasa Belanda, sejarah, ilmu bumi, dan mata pelajaran lain. Agama yang pada awalnya sebagai alasan utama untuk mendirikan sekolah, akhirnya ditiadakan. Menurut undang-undang yang berlaku, kurikulum bisa diperluas dengan mata pelajaran yang lebih tinggi, seperti ilmu alam, dasar-dasar bahasa Perancis, bahasa Inggris dan jerman, sejarah umum dan sejarah dunia, matematika, pertanian, menggambar tangan, pendidikan jasmani, pekerjaan tangan, dan menjahit bagi anak perempuan. Bahasa melayu tidak dijadikan mata pelajaran, sebab tujuan dari sekolah ini adalah menanamkan kesadaran nasional Belanda dan mengabaikan kebudayaan sekitarnya. Geografi dan sejarah Belanda lebih dikenal dari pada Indonesia serta begitu pula dengan lagu-lagu Belanda.  ELS dapat dipandang sebagi alat politik yang disiapkan dan diawasi sepenuhnya oleh Belanda. Pengajaran bahasa belanda memegang peranan penting dan utama sebab penguasaan bahasa tersebut akan menjadi kunci untuk menjadi pegawai. Dengan mementingkan bahasa Belanda ini, maka Belanda memiliki alat yang kuat untuk dapat mengontrol dari rakyat. Sehingga belanda dapat mengatur dan mengontrol rakyat Indonesia terhadap kesetiayaannya kepada belanda.
Kurikulum pada HCS juga memiliki kesamaan dengan ELS, yaitu memberikan pendidikan Belanda yang murni kepada anak-anak Cina. Bahasa Belanda diajarkan dengan maksud agar dapat mengalahkan dorongan mempelajari bahasa dan kebidayaan Cina. Bahasa Inggris dan Perancis diajarkan untuk kepentingan perdagangan.
Sedangkan pada kurikulum di HIS meliputi semua mata pelajaran ELS dan diajarkan pula membaca dan menulis bahasa Arab dan Latin. kurikulum di HIS tidak menyertakan pelajaran sejarah, bernyanyi dan pendidikan jasmani. Pelajaran sejarah dianggap sensitif dari segi politik, sedangkan benyanyi dan pendidikan jasmani belum ada guru-guru yang kompeten. Membaca di kelas satu bertujuan untuk menguasai keterampilan membaca, sedangkan ilmu bumi diajarkan sejak kelas tiga. Bahasa yang diajarkan bahasa daerah, melayu, dan belanda. bahasa belanda sangat dipentingkan dan mengusai hampir setengah waktu (sekitar 66,4%).
Pada masa penjajahan Jepang, semua jenis sekolah rendah yang bermacam-macam tingkatannya dihapus sama sekali. Pelajaran yang berbau Belanda ditiadakan. Dengan demikian, tinggallah sekolah rendah untuk bangsa Indonesia yaitu sekolah rakyat yang disebut “Kokumin Gako” yang lama belajarnya selama 6 tahun. Isi pendidikan kurang mendapat perhatian, yang terpenting ialah bahwa semua negara jajahan harus mambantu jepang dalam situasi perang pada saat itu. akibatnya anak-anak diminta mengumpulkan batu, kerikil, pasir untuk pertahanan perang. setelah itu anak-anak juga diminta untuk menanam pohon jarak untuk diolah menjadi minyak sabagai alat perang. Pelajaran pendidikan olahraga menjadi palajaran yang utama dan diwajibkan pula untuk mengikuti latihan kemiliteran.
Pada masa kemerdekaan, Undang-undang Dasar 1945 menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pendidikan. sejak itu pendidikan sudah mulai dirasakan manfaatnya. tujuan pendidikan diarahkan untuk membentuk manusia susilayang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab bagi kesejahteraan masyarakat dan tanah air. Hingga pada tahun 1952, pemerintah melalui mentari pendidikan pengajaran dan kebudayaan menerbitkan buku pedoman kurikulum Sekolah Dasar yang diberi nama rencana pelajaran terurai yang berfungsi membimbing para guru dalam kegiatan mengajar di sekolah dasar. Adapun mata pelajarannya terdiri dari pelajaran Bahasa Indonesia, bahasa daerah, berhitung, ilmu alam, ilmu hayat, ilmu bumi, dan sejarah. namun pada mata pelajaran bahasa indonesia baru diberikan setelah duduk di kelas tiga. Semua pelajaran yang telah disebut di atas, diberikan di kelas I dan kelas II sebanyak 26 jam pelajaran @ 30 menit dan di kelas III sampai kelas IV sebanyak 36 jam pelajaran @ 40 menit. dalam kegiatan pembelajaran lebih menekankan keaktifan siswa dengan bimbingan guru. Selain mata pelajaran, siswa diberi kesempatan untuk memilih mata pelajaran yang disukainya. pelajaran ini disebut “krida” (dalam istilah sekarang dinamakan ekstrakurikuler).